Physical Address
admin@arphamandiri.com
Pada saat kurang mobilitas karena WFH atau kuliah online karena kurangnnya pergerakan dan banyaknya pekerjaan yang membebani bisa jadi mempengaruhi kesehatan mental salah satunya yang diakibatkan aktivitas daring seperti work from home (WFH) atau pembelajaran jarak jauh.
Siapa pun yang sedang menjalaninya pasti pernah mengalami di mana kelelahan yang luar biasa menyerang, sampai-sampai kehilangan rasa ingin melakukan sesuatu yang lain. Rasanya ingin rebahan terus setiap saat. Tahukah kamu, bahwa yang kita rasakan itu disebut dengan burnout?
Dalam artikel kali ini saya akan membahas artikel bagaimana cara mengatasi Burnout. mari kita simak.
Menurut Maslach dan Leiter (2016), burnout merupakan sindrom psikologis yang muncul sebagai respons berkepanjangan terhadap stres interpersonal yang kronis.
Sementara itu, berbagai sumber menyatakan bahwa burnout bisa disebabkan Kurangnya dukungan sosial yang memadai.
Pisanti (2012) mencatat bahwa dukungan sosial sangat penting bagi seseorang untuk membangun mekanisme coping terhadap stres dan mengatasi risiko kelelahan yang berlebihan akibat bekerja keras.
Kelebihan beban kerja. Faktor ini berkontribusi pada kelelahan karena menipisnya kapasitas orang untuk memenuhi tuntutan pekerjaan. Ketika kamu kelebihan beban kerja, kamu hanya memiliki sedikit kesempatan untuk beristirahat, memulihkan diri, dan memulihkan keseimbangan (Maslach & Leiter, 2016).
Kurangnya perawatan diri. Meskipun perawatan diri bukan satu-satunya solusi memulihkan burnout, perawatan diri tetap perlu dilakukan karena menjaga kesehatan itu penting dalam mengurangi risiko penyakit fisik yang disebabkan karena burnout.
Baca Juga : Gaya Belajar Berdasarkan Teori Kepribadian Jung
Maslach dan Leiter mengatakan, ada tiga dimensi utama dari burnout, yaitu :
Kemudian Dilansir dari artikel Elizabeth Scott Verywellmind, gejala-gejala yang dirasakan seseorang saat burnout meliputi :
Apabila kamu pernah mengalami gejala seperti di atas, sudah pasti harus kamu waspadai. Karena bila tidak diatasi dengan cara yang tepat, burnout bisa membahayakan kesehatan mental dan fisikmu.
Dengan aktivitas kerja remote,WFH atau daring yang sedang kita jalani selama pandemi COVID-19 yang lalu, burnout bisa menyebabkan seseorang merasa terisolasi dari dunia luar, sehingga berisiko berujung pada depresi.
Menurut riset yang dilakukan Koutsimani, et. al. (2019), lingkungan yang penuh tekanan juga dapat memicu reaksi cemas, sehingga burnout juga bisa membuat seseorang yang sebelumnya belum punya gangguan kecemasan menjadi kambuh, serta bisa memunculkan gejala gangguan kecemasan bagi yang belum pernah mengalaminya.
Di samping gangguan kesehatan mental, burnout ini juga dapat memicu risiko gangguan kesehatan fisik sebagai akibat dari perilaku kurang sehat atau coping stres yang kurang tepat selama beraktivitas daring, diantaranya :
Gangguan tidur paling sering muncul diakibatkan burnout merupakan insomnia. Sebab, di antara faktor-faktor lain yang bisa memicu insomnia, faktor terbanyak adalah kurangnya istirahat dan kebiasaan tidur yang tidak teratur.
Sebuah studi melaporkan bahwa tingkat keparahan insomnia bergantung pula dari beban kerja seseorang, karena seseorang dengan beban kerja tinggi cenderung lebih berpotensi mengalami stres kerja yang menyebabkan terganggunya pola tidur.
Menurut riset di Meksiko menyebutkan, burnout bisa memicu obesitas dikarenakan stres dapat memicu konsumsi kalori berlebih yang tidak disertai keseimbangan dalam beraktivitas fisik, yang akhirnya menyebabkan Indeks Massa Tubuh (BMI) menjadi meningkat.
Keadaan saat WFH atau belajar jarak jauh membuatmu sering duduk dalam waktu lama sambil menatap layar komputer. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah kasus orang yang sedang WFH atau belajar daring mengalami gangguan nyeri otot, misalnya kram dan nyeri sendi.
Apalagi, keadaan lingkungan dalam bekerja atau belajar kurang memadai. Dilansir sebuah penelitian researchgate menyebutkan, ketegangan otot dan nyeri juga bisa diakibatkan oleh burnout, tak peduli dengan jenis pekerjaan atau gender.
Dilansir dari Forbes, sebuah studi yang dilaksanakan oleh European Preventive Journal of Cardiology melaporkan burnout dapat menyebabkan potensi meningkatnya detak jantung yang kurang teratur yang disebut atrial fibrillation sehingga aliran darah ke jantung dapat terganggu dan meningkatkan risiko penyakit jantung.
Selain itu, studi lain dari Appels dan Schouten (1991) menyatakan bahwa burnout diakibatkan bekerja terlalu keras dapat memicu serangan jantung, apalagi bila burnout diikuti perilaku yang membahayakan kesehatan seperti merokok atau minum-minum.
Diabetes penyakit yang disebabkan karena kadar gula darah yang meningkat. Risiko seseorang mengidap diabetes disebabkan karena stres dapat memicu seseorang untuk kurang memperhatikan asupan nutrisi dan tidak menjaga pola makan serta lupa check up kesehatan.
Sekarang, kita sudah tahu bahwa burnout itu berbahaya sekarang bagaimana caranya kita mengatasi burnout?
Di dalam buku Keeping the Fire: From Burnout to Balance, ada 3 cara menghadapi burnout yang disingkat menjadi 3R:
Selain ketiga cara ini, penting juga bagi kamu untuk bisa menerapkan strategi modifikasi lingkungan agar kamu tidak terus menerus terjebak dalam ‘lingkaran setan’ burnout.
Sebuah penelitian melaporkan bahwa lingkungan dapat menjadi faktor psikososial dalam terjadinya burnout. Mencari lingkungan untuk kerja dan belajar yang kondusif di masa pandemi memang agak sulit, apalagi kalau kesempatan keluar rumah terbatas.
Kamu bisa mengatasi burnout dengan membuat ruang kerjamu di rumah menjadi lebih menarik. Misalnya, kamu bisa menambahkan tanaman hijau di ruang kerjamu. Sebuah riset mengatakan bahwa keberadaan tanaman hijau bisa meningkatkan mood dan meningkatkan persepsi akan keindahan ruangan, sehingga kamu bisa bekerja dengan lebih nyaman.
Kamu juga bisa mengganti kursi dan meja yang kamu gunakan untuk WFH atau belajar dengan furnitur yang lebih nyaman, atau bekerja sambil mendengarkan musik yang menenankan.
Tidak ada orang yang suka diberi beban kerja yang berat, apalagi bila sampai tidak bisa beristirahat. Karena itu, bersikap asertif dan menyatakan keluhan karena merasa burnout adalah tindakan yang benar.
Buat kamu yang sudah bekerja, kamu bisa membicarakannya dengan atasan kamu terkait kesesuaian beban kerja. Sedangkan bila kamu masih menjalani perkuliahan, kamu bisa menulis surat keluhan yang ditujukan kepada pengelola akademik sehingga tugas yang kamu dapatkan tidak terlalu memberatkan.
Selain modifikasi lingkungan, ada sedikit trik mengatasi burnout yang penulis sebut dengan setting boundary. Yaitu jangan lupa untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat, meskipun hanya sekedar mengobrol lewat chat, video call, atau nge-game bersama. Tak peduli seberapa jauh jarak memisahkan kita dengan mereka, kita tetap makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain .
Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan kamu.