Physical Address
admin@arphamandiri.com
Berdiri pada awal abad ke 2 hingga abad ke 17 , Kerajaan Champa (Bahasa Vietnam: Chiêm Thành) merupakan kerajaan Indocina yang sekarang menjadi Vietnam Selatan. Kerajaan Champa merupakan kerajaan Islam yang memiliki pengaruh besar pada Indonesia seperti peninggalan kerajaan Islam di Indonesia.
Kerajaan Champa dahulunya sering berinteraksi dengan kerajaan di tanah air semenjak munculnya Kerajaan Kutai, di daerah Kalimantan Timur. Selain itu, Kerajaan Champa juga memiliki interaksi dengan salah satu Wali Songo di tanah Jawa yaitu Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Berdasarkan sejarah, Kerajaan Champa memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Kerajaan Champa yang berjaya di masa lampau, saat ini telah telah musnah dan hampir tidak ada jejak sejarahnya ataupun peninggalan dari kerajaan ini hampir tidak berbekas lagi di sana.
Namun, komunitas masyarakat Champa masih ada di Vietnam dengan nama Cham Village dan masih berbicara dengan Bahasa Cham yang merupakan Bahasa Austronesia.
Tetapi pada akhirnya, masyarakat Vietnam menyerap budaya Champa yang merupakan campuran dari masyarakat Melayu Polynesia dan India.
Dalam artikel kali ini saya akan membahas Sejarah Kerajaan Champa. mari kita bahas.
Dahulu, leluhur masyarakat Champa merupakan pelaut yang mendarat di Indocina (Vietnam, Kamboja, Thailand, dan sekitarnya) dari pulau besar Borneo yang sekarang menjadi Pulau Kalimantan. sekitar waktu kebudayaan sa huỳnh dari Tiongkok masuk antara 1000 sebelum Masehi dan 200 Masehi.
Kerajaan Champa merupakan kelanjutan dari Kerajaan Lâm Ấp yang sudah ada sejak 192 Masehi. Namun, perpindahan kekuasaan dari Lâm Ấp menuju Champa tidak jelas diketahui karena sumber yang ada masih minim.
kerajaan Champa dahulunya merupakan pecahan dari koloni Tiongkok. pejabat lokal bernama Khu Liên memberontak dan mendirikan kerajaan Lâm Ấp yang kemudian menjadi Kerajaan Champa. Dan Khu Liên menjadi raja pertama Kerajaan Champa.
Nama Champa berasal dari Bahasa Sanskrit yang mengacu pada pohon berbunga dari magnolia campaka atau cempaka wangi. Dan Tanaman cempaka sering ditumbuhi di wilayah Champa. Uniknya, kerajaan Champa ini memiliki nama dalam berbagai bahasa.
Nagara campaka dalam Bahasa Sanskrit, linyi dalam Bahasa Mandarin, lam yap dalam Bahasa Kanton, dan negeri cempaka dalam Bahasa Melayu kuno. Para Penduduk berkewarganegaraan Champa dulu disebut urang campa dalam Bahasa Cham dan cham dalam Bahasa Vietnam.
Sejarah Kerajaan Champa berawal dari Kerajaan Lin Yi pada tahun 192 Masehi.
Kerajaan Lin Yi merupakan kerajaan Hindu yang memiliki pengaruh besar dari India meskipun memiliki kepercayaan setempat yang sangat kental.
Selain itu, kerajaan Champa merupakan kerajaan dengan bentuk konfederasi kota yang terdiri dari :
Sebelum tahun 1471, Kerajaan Champa menganut agama Hindu Shiwa sebagai agama resmi negara dan Sansekerta menjadi tulisan resmi yang digunakan dalam prasasti-prasasti dan maklumat negara.
Tapi Bahasa Sansekerta bukanlah satu-satunya bahasa yang digunakan oleh masyarakat Champa, tetapi mereka juga menggunakan bahasa mereka sendiri yaitu Bahasa Champa.
Pada tahun 875, Kerajaan Champa pernah menjadikan agama Buddha Mahayana sebagai agama resminya. Pada Saat itu, Kerajaan Champa berada dibawah kekuasaan Raja Indrawarman II dengan ibukota di Inderapura.
Di awal abad ke 7 hingga abad ke 10, Kerjaan Champa mengalami masa kejayaannya dengan meninggalkan bangunan bersejarah di Vietnam seperti kompleks percandian My Son dan Po Klong Garai.
Dan Pada abad 10 dan 11, Kerajaan Champa mulai terpengaruh dengan masuknya agama Islam di Vietnam yang berasal dari India, Persia, dan pedagang Arab.
Penyebaran jamaah ini akhirnya mempengaruhi Kerajaan Champa pada saat Raja Che Bo Nga diislamkan oleh Sayyid Husein dan memicu orientasi agama Kerajaan Champa . Pada akhinrya, mayoritas orang Cham telah memeluk agama Islam.
Baca Juga:
kerajaan champa memiliki 9 dinasti layaknya kabinet kepemimpinan. Dinasti ini dinamakan berdasarkan pusat pemerintahan atau ibukota saat kepemimpinan raja tersebut.
Berikut raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Champa :
Melihat dari banyaknya Dinasti dan raja yang memimpin Champa, kerajaan ini termasuk kerajaan yang masa hidupnya sangat panjang hampir selama 17 abad. Itu membuktikan bahwa Champa mampu mempertahankan kerajaannya hingga berabad-abad.
Masa kejayaannnya muncul di titik-titik tertentu di wilayah mereka dan pada periode tertentu. Seperti perekonomian Kota Indrapura meningkat pesat pada abad 7-10, lalu abad ke-12 kota Vijaya, dan abad ke-15 Kota Panduranga menjadi kaya.
Semua ini karena pada masa itu ibu kota berpindah-pindah sehingga di mana ibukota saat itu berada sangat menentukan kondisi ekonomi kerajaan.
Masa kejayaannya disimpulkan terjadi ketika ibukota berada di kota Indrapura pada abad 7-10 pada masa pemerintahan Raja Prithindravarman sampai Raja Jaya Simhavarman II. kota Indrapura menjadi kota yang maju.
Pelabuhan Champa menarik perhatian pedagang lokal dan asing untuk berjualan. Mereka juga berhasil mengontrol perdagangan rempah-rempah dan sutra di Asia Tenggara pada saat itu.
Pada Masa ini juga dibangunnya situs sejarah yang masih bertahan sampai sekarang seperti My Son atau Mi Son dan Po Klong Garai. Ia juga memadamkan sulut api dengan tetangganya, yaitu Kerajaan Khmer dari Kamboja dengan cara perkawinan politik antara petinggi kerajaan.
Pada awalya Kehidupan masyarakat Champa sangat dipengaruhi oleh Tiongkok karena pendirinya, Khu Liên, memberontak dari pemerintahan Tiongkok. Setelah bisa mendirikan kerajaannya, pada akhirnya hubungan Champa dengan Tiongkok membaik karena keduanya masih melakukan hubungan perdagangan sutra dan rempah-rempah.
Pada awal abad 4, situasi daerah Indocina panas karena konflik. Peperangan terjadi dengan tetangganya Kerajaan Funan di Kamboja. Setelah runtuh, wilayah Funan diambil alih oleh Champa dan di sinilah pengaruh dari India masuk.
Kerajaan Funan merupakan kerajaan yang masyarakatnya menganut ajaran campuran dari India dan kepercayaan setempat. karena itu, ketika masuk ke dalam wilayah Champa, kebudayaan India masuk ke masyarakat Champa.
Ini juga menyebabkan kerajaan Champa berhubungan dengan india lewat perdagangan ke India karena adanya persamaan kebudayaan. Bahasa Sanskrit kemudian digunakan oleh kerajaan dan Hindu Syiwaisme menjadi agama kerajaan. Dan kerajaan Champa mengubah namanya dari Lâm Ấp atau Linyi menjadi Champa.
Kebudayaan India bertahan cukup lama selama 600 tahun di kehidupan masyarakat Champa. Baru Pada abad ke-10, Islam mulai memasuki Indocina. Dari Pedagang dari Timur Tengah terutama Arab meramaikan pasar dan pelabuhan mereka.
Wilayah Champa dijadikan sebagai jalur perdagangan rempah-rempah yang penting bagi Arab. Kerajaan Champa dengan senang hati menerima pedagang dari Arab tidak seperti tetangganya Kerajaan Khmer yang sering berperang dengan Champa.
Perpaduan budaya semakin terlihat pada tahun 1417 setelah invasi dan serangan dari Kerajaan Đại Việt. Masyarakat Arab dan Champa sering melakukan pernikahan antar ras mulai dari rakyat hingga ke pejabat kerajaan.
Kerajaan Champa memiliki hubungan yang cukup besar dengan Indonesia, dimana saat kejayaan kerajaan Champa memberikan jasa pengenalan dan penyebaran Islam di Indonesia.
Pernikahan politik juga sudah terjadi antara putri-putri bangsawan kerajaan Champa dengan raja-raja Jawa sejak era kerajaan Singosari, Majapahit, hingga ke keraton Cirebon.
Peninggalan jejak kerajaan Champa di Indonesia dimulai dari Sejarah Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Didirikan pada abad ke 4 , Kerajaan Kutai merupakan kerajaan pertama di Indonesia dan didirikan oleh Mulawarman, cucu dari Kudungga.
Dan Kudungga ini merupakan seorang pembesar dari Kerajaan Champa pada saat era Hindu dengan menghasilkan banyak Peninggalan Kerajaan Kutai.
Selain itu, Kerajaan Champa juga memiliki hubungan dengan kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7. Diceritakan bahwa kerajaan Sriwijaya berulang kali melakukan serangkaian serangan ke berbagai daerah di Indocina hingga ke kota Indrapura di tepian Sungai Mekong.
Pada Area tersebut menjadi wilayah kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di Palembang pada abad ke 8, dan bertahan hingga berdirinya kerajaan Khmer dibawah raja Jayavarman.
Kerajaan Champa juga ada dalam sejarah Singosari di abad ke 13. Pada saat itu, raja Kertanegara yang berkuasa di Singosari pada tahun 1275, memberi gagasan untuk mengirim ekspedisi militer ke tanah melayu.
Ekspedisi militer ini dilakukan untuk menaklukan Sriwijaya dan menjalin persekutuan dengan kerajaan Champa. Ekspedisi Pamalayu ini berhasil menghancurkan Sriwijaya dan melakukan ekspansi ke daerah Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun (Maluku).
Dan pada akhirnya, Raja Kertanegara berhasil mempengaruhi kerajaan Champa melalui pernikahan adik perempuannya dengan raja Champa. Penduduk Champa juga sempat bermigrasi ke daerah Aceh pada masa peperangan dan diterima baik oleh Kerajaan Samudera Pasai yang saat itu menduduki Aceh.
Saat tinggal di aceh Para masyarakat Champa juga diperkenankan untuk mendirikan kerajaannya sendiri berupa Kerajaan Jeumpa dengan ibukota di Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa, Bireun, NAD. Dan Jejak Kerajaan Jeumpa masih dapat ditemukan di daerah tersebut hingga sekarang.
Selain itu, budaya Champa ternyata memiliki pengaruh pada budaya Aceh dan begitu pula sebaliknya.
Baca Juga:
Negara tetangga yaitu Bangsa Khmer, yang sekarang merupakan bangsa Kamboja, merupakan musuh tradisional dari bangsa Champa.
Pada awalnya Khmer dan Champa sempat damai karena perkawinan politik. Tetapi, tidak bertahan lama karena kerajaan Champa yang memeluk ajaran Islam pada abad ke 10 tidak mau melakukan pernikahan dengan non-muslim dari Khmer.
Invasi Khmer dilakukan pada tahun 1080 dan 1145. Candi-candi dan istana berhasil dihancurkan di Vijaya dan My Son. terpaksa Ibukota dipindahkan ke Panduranga. Pada tahun 1177, Champa melakukan serangan balik ke Khmer dan berhasil membunuh Raja Khmer.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan invasi dari Khmer pada tahun 1021, 1026, dan 1044 Ada Serangan dari Kerajaan Vietnam. Sayangnya Raja Jaya Simhavarman II berhasil dibunuh oleh Đại Việt di istana. Kota Vijaya dihancurkan hingga tak bersisa dan menewaskan hampir 30.000 orang Cham.
Tidak berhenti di situ, tahun 1471 Đại Việt kembali melakukan penghancuran besar di Champa. Sekitar 60.000 rakyat tewas dan Raja Po Kabrah dibunuh. Kota Amaravati dan Vijaya jatuh ke tangan Vietnam dan dijadikan wilayahnya oleh Kaisar Lê Thánh Tông.
Karena itu Rakyat Champa melarikan diri secara besar-besaran ke Kamboja, Malaka, dan Sumatra. Akibatnya, populasi penduduk Champa berkurang drastis.
Masyarakat Champa sudah hampir musnah pada awal tahun 1960an, namun mereka masih menyisakan peradaban mereka berupa candi-candi, arca, dan patung-patung perunggu.
Namun hal ini tidak bertahan lama. Pada saat perang Vietnam, Amerika Serikat menyerang dan mengebom kompleks percandian My Son selama seminggu hingga tersisa hanya 20 bangunan dari 70 bangunan.
Kehidupan orang Champa di Kamboja (Khmer) juga sangatlah tragis. Mereka yang beragama Islam menerima penindasan dari penguasa Khmer yang tidak menginginkan adanya perbedaan.
Penguasa kerajaan Khmer tidak menginginkan adanya perbedaan dan menindaknya dengan cara membunuh lebih dari 500.000 orang Champa. Kerajaan Vietnam (Đại Việt ) juga berhasil mengambil Kota Kauthara dan Indrapura pada tahun 1653. Menyisakan hanya Panduranga sebagai wilayah Champa.
Segenap Para raja mempertahankan sekuat tenaga Champa hingga pada akhirnya jatuh pada 1832 ketika Raja Po Phaok The menyerah dan Panduranga dikuasai oleh Vietnam (Đại Việt ). otomatis Champa menjadi bawahan Vietnam dan akhirnya dibubarkan pada 1835 dengan raja terakhirnya Po War Palei.
Diskriminasi terhadap Champa masih terus berlanjut dari rakyat Vietnam (Đại Việt). Mereka membangun sebuah arena pertarungan gajah dan harimau. Gajah menandakan Vietnam (Đại Việt). dan harimau menandakan rakyat Champa.
Di pertarungan itu, gajah selalu menang dan menjadi raja sedangkan harimau merupakan pemberontak yang ujung-ujungnya mati.
Meski pun banyak bangunan peninggalan yang berkurang akibat Perang Vietnam, Kerajaan Champa masih menyisakan peninggalan yang bisa ditemukan di Vietnam, di antaranya :
Candi menara Po Klong Garai didirikan Dimasa pemrintahan Raja Jaya Simhavarman III atau Chế Mân, yang bertujuan untuk menghormati Raja Po Klong Garai yang memerintah sebelumnya.
Raja Po Klong Garai berhasil menyelesaikan konflik dengan kerajaan Khmer melalui jalan damai dan ketika ia meninggal dipercaya menjadi dewa. Bangunan candi ini dibuat sebagai tempat berdoa agar Po Klong Garai terus menjaga Champa dan penduduknya. Sekarang menara ini berada di Phan Rang, Ninh Thuan.
Menara atau candi Po Nagar terletak di Kota Kauthara (sekarang Nha Trang, Khanh Hoa).
Situs ini didedikasikan untuk Po Nagar yang selain seorang petani yang menjadi penemu bangsa Cham, dipercaya juga sebagai seorang dewi yang merawat bumi.
Seiring dengan berjalannya waktu menara ini hancur dan dibangun kembali. Dan banyak Prasasti-prasasti juga ditemukan di sekitar candi Po Nagar yang berisi perintah membuat patung dewa dan dewi, restorasi bangunan, dan bukti kemenangan perang.
Para Arkeolog dan cendikiawan dari Vietnam dan pihak asing membuat museum untuk menjaga warisan kerajaan Champa.
Dari Karya patung dan pahatan orang-orang Cham disimpan dalam museum-museum ini.
Koleksi terbanyak berada di Museum Patung Cham Da Nang di Da Nang. Selain itu ada juga terdapat koleksi Champa di Museum Seni Rupa di Hanoi, Museum Sejarah di Hanoi, Museum Seni Rupa di Saigon, Museum Sejarah di Saigon, dan Musée Guimet di Paris.
Situs candi Mỹ Sơn terletak di dekat Kota Hoi An, Quang Nam.
Dibangun pada masa Raja Bhadravarman I atau Phạm Hồ Đạt. Situs sejarah ini sudah lama terbengkalai dan baru ditemukan pada tahun 1889 oleh Camille Paris dari Perancis.
Awal di temukan situs Mỹ Sơn terdapat sekitar 70 candi. Namun, ketika Perang Vietnam pecah, candi yang tersisa sekitar 20 candi. Itu pun tidak dalam keadaan yang utuh, berlumut, dan memilukan.
Dahulu kala situs My Son digunakan sebagai pusat keagamaan dan makam untuk tokoh-tokoh agama dan pejabat kerajaan yang dianggap suci. Berjalannya waktu situs My Son berusaha dipulihkan kembali hingga menjadi sarana wisata sejarah untuk pengunjung.
Selanjutnya menara Dong Duong Dibangaun pada masa Jaya Indravarman I atau Dịch-lợi Nhân-di-bàn.
Sama seperti situs My Son, situs menara Dong Duong ini diporak-porandakan selama Perang Vietnam. Sekarang situs ini terdiri dari tiga lapangan, sebuah aula pertemuan besar, candi suci, dan dua patung perunggu.
Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan kamu.