Physical Address
admin@arphamandiri.com
Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yang berdiri di Jawa Tengah bagian selatan pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Di Jawa Tengah, letak Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan terletak di Bhumi Mataram (sebutan lama untuk Yogyakarta)
Daerah ini sangat subur karena tanahnya dikelilingi oleh gunung berapi dan aliran sungai yang tidak tersumbat. Mataram Kuno sama dengan kerajaan Medang, dan kerajaan Mataram Kuno sempat mengalami beberapa kali pergantian istana yang disebabkan oleh bencana alam.
Kerajaan Mataram Kuno juga merupakan kerajaan agraris yang meneruskan tahta kerajaan terdahulu kerajaan Kalingga (Ho-Ling).
Dalam artikel kali ini saya akan membahas Sejarah Kerajaan Mataram Kuno. mari kita simak
Mataram diyakini sebagai nama daerah penting yang dijadikan pusat kerajaan. Alasan inilah yang membuat kerajaan Medang lebih dikenal sebagai kerajaan Mataram. Untuk mengenal spesifiknya, Mataram yang dimaksud adalah Mataram Hindu atau Mataram Kuno.
Kerajaan Mataram Kuno ini berdiri di atas sebuah prasasti tertulis berangka tahun 907 yang dikenal masyarakat dengan prasasti Mantyasih. Dalam Prasasti ini mengatasnamakan Dyah Balitung dan menjelaskan secara eksplisit bahwa penguasa pertama kerajaan Medang ini ialah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Penguasa pertama kerajaan Mataram kuno Menyandang gelar ratu bukan berarti seorang perempuan. Ratu, Rakai, dan Bhre merupakan istilah asli nusantara untuk menyebut seorang penguasa. Jadi Sanjaya memiliki jenis kelamin laki-laki namun memakai gelar ratu karena pada saat itu tidak ada perbedaan yang berarti atas tafsir ratu dan raja.
Ibu ratu Sanjaya bernama Sannaha. Sannaha ini memiliki seorang saudara bernama Sanna yang merupakan raja kerajaan galuh ke 3. Tepat di tahun 732, Ratu Sanjaya mengeluarkan sebuah prasasti yang menerangkan posisinya sebagai seorang raja. Dan Beliau memiliki seorang pendahulu bernama Sanna.
Sanna memiliki beberapa nama, Antara lain Senna dan Bratasenawa. Beliau gagal memerintah kerajaan tak bernama hingga kondisi di dalam kerajaan kacau, lalu Sanjaya datang untuk membereskan kekacauan. Proses turunnya ia dari tahta kerajaan Galuh setelah memerintah sejak 706 – 716 Karena sebuah pemberontakan yang gagal diredam.
Pemberontakan tersebut memang untuk melengserkan Raja Sanna. Pelaku di balik kudeta itu adalah Purbasora, paman dari Sanjaya. Setelah diturunkan secara paksa, Raja Sanna merasa berhak menduduki tahtanya kembali. Ia meminta pertolongan ke sahabatnya, Raja Sunda pertama bernama Tarusbawa.
Sebenarnya Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda memiliki ikatan batin yang lebih dari persahabatan biasa. Kedua kerajaan ini merupakan bagian dari kerajaan Tarumanegara yang kemudian pecah menjadi dua bagian.
Baca juga :
Di kerajaan Galuh, Raja Sanna beserta keluarganya diperlakukan dengan sangat baik. Karena Raja Tarusbawa merasa sangat simpati dengan keponakan sahabatnya itu. Raja Tarusbawa pun memutuskan untuk menikahkan putrinya dengan Sanjaya, anak Sannaha –adik kandung Sanna.
Setelah menikahi putri Raja Tarusbawa, Karena pernikahan ini Sanjaya lebih leluasa bermain politik antar kerajaan. Ia ingin membalaskan sakit hati keluarganya atas kudeta yang dilakukan keluarga Purbasora. Sanjaya menyampaikan maksudnya ini kepada mertuanya dengan tujuan mendapatkan restu sekaligus bantuan selama perang merebut kembali hak milik kerajaan.
Sanjaya memulai pembalasan dendamnya dengan naik menjadi raja di kerajaan Sunda. Ia memerintah di Sunda bukan atas nama besarnya tapi hanya berusaha menggantikan mertuanya yang sudah berumur. Tapi Seharusnya tampuk kekuasaan jatuh ke tangan istrinya.
Karena sang istri kurang cakap dan lebih percaya pada kemampuan suaminya. Sehingga Sanjaya menggenggam kekuasaan 3 kerajaan sekaligus. Selama memimpin ia menjadi raja yang cakap di kerajaan Sunda yang termasuk wilayah Jawa Barat, Sanjaya ikut terlibat dalam sejarah kerajaan Kalingga (ho-ling).
Terus sanjaya menggantikan Ratu Sima yang terkenal super adil untuk menduduki tahta kerajaan Kalingga. Di abad ke-7 itu Sanjaya mengakhiri kekuasaannya di Jawa Barat dengan membagi wilayah kerajaan kepada kedua putranya.
kemudian Sanjaya pergi ke Mataram sesuai dengan keinginan awalnya. Dan ia mengambil alih kekuasaan dan menjadi raja pertama di Mataram Kuno. Karena raja sanjaya memulai segalanya lagi dari awal, sejarah lebih mengenal Sanjaya sebagai pendiri wangsa Sanjaya yang menguasai Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno
Beriut ini raja-raja Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno menutur teori Slamet Muljana sebagai berikut:
Pada daftar raja-raja di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.
Berdasarkan dari prasasti Metyasih, Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) memberikan hadiah tanah kepada 5 orang patihnya yang berjasa besar kepada Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno.
Dalam prasasti Metyasih ini disebutkan raja- raja yang memerintah pada masa Dinasti Sanjaya. berikut ini nama-nama rajanya:
Pada masa Sanjaya berkuasa merupakan masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng. Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mangkat pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran.
Pada masa Sanjaya berkuasa merupakan masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng. Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mangkat pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran.
Rakai Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu/kalender. Beliau berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur Guru tersebut ialah :
Pada masa pemerintahannya Rakai Warak, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat.
Sri maharaja rakai Garung memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam rintangan. Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja bekerja siang hingga malam.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan Dinasti Sanjaya mengalami masa gemilang. Pada masa pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Tetapi Rakai Pikatan berhasil mempertahankan kedaulatan negerinya dan bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur dan melarikan diri ke Palembang.
Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan dan Candi Roro Jonggrang.
Di dalam Prasasti Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang Prabu Dyah Lokapala.
Dalam menjalankan pemerintahannya Sri Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki Prinsip yang dipegangnya ialah Tri Parama Arta
Pada Masa pemerintahannya juga termasuk masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan masyarakat mataram.
Pada masa pemerintahan raja terdahulu Dyah Balitong, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja Mataram Hindu.
Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat mataram menggantikan kepemimpinan Rakai Daksottama. Keterangan tersebut tercatat dalam Prasasti Poh Galuh yang berangka tahun 809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong sangat memperhatikan para kaum brahmana.
Sri Maharaja Dyah Wawa terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal dalam kancah politik internasional.
Kehidupan sosial dari Kerajaan Syailendra tidak diketahui secara pasti. Tapi, melalui bukti-bukti peninggalan berupa candi-candi, para ahli sejarah menafsirkan bahwa kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Syailendra sudah teratur. Hal ini dapat dilihat melalui cara pembuatan candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong-royong.
Di samping itu, pembuatan candi-candi ini menunjukkan betapa rakyat masyarakt taat dan mengkultuskan rajanya. Dengan adanya dua agama yang berjalan, sikap toleransi antar pemeluk agama di masyarakat sangat baik.
Mata pencaharian pokok utama masyarakat ialah petani, pedagang, dan pengrajin. Dinasti Syailendra telah menetapkan pajak bagi masyarakat Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno. Hal ini bisa terbukti dari prasasti Karang tengah yang menyebutkan bahwa Rakyat Patatpa Pu Palar mendirikan bangunan suci dan memberikan tanah perdikan sebagai simbol masyarakat yang patuh membayar pajak.
Berdasarkan dari prasasti Canggal menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Siwa), dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat kerajaan Mataram Kuno Wangsa Sanjaya memiliki kepercayaan agama Hindu beraliran Siwa.
Berdasarkan prasasti yang ditemukan dapat diketahui raja-raja yang pernah memerintah Dinasti Syailendra, di antaranya:
Raja banu merupakan raja pertama sekaligus pendiri dari Wangsa Syailendra.
Pada masa pemerintahan Raja Wisnu, Candi Brobudur mulai di banugun tempatnya pada tahun 778.
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Prasasti Klurak yang dibuat tahun 782 M, di daerah Prambanan. Pada masa pemerintahan Raja Indra Dinasti Syailendra menjalankan politik ekspansi. Perluasan wilayah ini ditujukan untuk menguasai daerah di sekitar Selat Malaka.
Tujuan politik ekspansi ini, untuk memperkokoh pengaruh kekuasaan Syailendra terhadap Sriwijaya. karena Raja Indra menjalankan perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang bernama Samarottungga dengan putri Raja Sriwijaya.
Raja selanjutnya ialah raja Samaratungga, Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram yang beragama Budha, Samaratungga sangat menghayati nilai agama dan budaya. Pada masa kekuasaannya dibangun Candi Borobudur.
Tapi sebelum pembangunan Candi Borobudur selesai, Raja Samarottungga meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Balaputra Dewa yang merupakan anak dari selir.
Pramodhawardhani merupakan putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar keratin yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat. kelak Pramodhawardhani menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
Balaputera Dewa merupakan putera Raja Samaratungga dari ibunya yang bernama Dewi Tara, Puteri raja Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani.
Belaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan Sri Maharaja Rakai Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam konflik peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melatrikan diri ke Palembang.
Masa Kejayaan Mataram Kuno sudah dimulai tampak sejak awal kerajaan ini berdiri. Semua ini berkat jiwa kepemimpinan Ratu Sanjaya yang memang layak menjadi raja.
Ratu Sanjaya bukan sembarang raja yang hanya menginginkan kekuasaan saja, tapi ratu Sanjaya merupakan seorang pemimpin yang juga memahami isi dari kitab sucinya. Ia seorang penganut Hindu Syiwa yang sangat taat.
Selama pemerintahan Sanjaya, penduduk Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno menghasilkan komoditi pertanian berupa olahan padi yang digunakan sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat di dalam maupun luar kerajaan.
Ratu Sanjaya sendiri tidak pernah menunggu disuruh para Brahmana untuk membangun pura-pura sebagai tempat suci peribadahan orang Hindu.
Meskipun sangat mendukung perkembangan agama Hindu, Sanjaya merupakan raja yang bijak. Beliau bercermin pada sejarah kerajaan Majapahit yang sukses menerapkan bhinneka tunggal ika sesuai yang tercantum di kitab Negarakertagama.
Ratu Sanjaya menjembatani penduduk di kerajaan Mataram Kuno yang ingin memeluk agama lain. Pada saat itu, hanya ada 2 agama besar yang memiliki banyak pengaruh terhadap kehidupan masyarakat mataram. Agama Hindu dan Buddha.
Berikut ini beberap Penyebab kejayaan kerajaan Mataram Kuno:
Karena pemberaninya Beliau telah melakukan banyak penaklukan terhadap raja-raja kecil di sekitar wilayah kerajaan Mataram Kuno. Setelah Ratu Sanjaya wafat Rakai Panangkaran menggantikannya sebagai penguasa kerajaan Mataram Kuno.
Pada masa pemerintahannya, kaum Hindu bertempat tinggal di Mataram Kuno bagian utara. Sementara itu para pemeluk Buddha lebih nyaman menempati wilayah Jawa Tengah sebelah selatan.
Perbedaan tempat ini sengaja dilakukan agar kedua agama dapat hidup rukun berdampingan, dan menjalankan ibadahnya masing-masing, dan berinteraksi dengan orang-orang yang sama. Keimanan akan semakin kuat karena seringnya bergaul dengan orang seagama.
Tapi jika di luar urusan agama, setiap penduduk kerajaan Mataram Kuno tetap menjalin hubungan dagang dan pekerjaan lain seperti biasanya.
Sri Maharaja Rakai Panangkaran merubah agamanya sendiri menjadi Buddha Mahayana. Setelah beralih agama, ia mendirikan wangsa baru yang dinamai wangsa Syailendra. Dengan itu ada wangsa kedua yang menguasai kerajaan Mataram Kuno.
Uniknya, para penganut Hindu dan Buddha hidup aman dan nyaman. Para penganut Hindu mendirikan candi agama hindu seperti candi Dieng dan Gedong Songo. Di bagian selatan juga membangun candi peninggalan buddha semacam candi Mendut, Prambanan dan Borobudur yang pernah masuk ke dalam 7 keajaiban dunia.
Pada perkembangannya, kedua wangsa dan agama yang berbeda sempat berkelahi. Permasalahannya ada pada hak meneruskan kekuasaan raja. Tapi konflik ini dapat diatasi dengan keberanian sri maharaja Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya yang memeluk Hindu menikahi Pramodhawardhani, putri Samarattungga yang memulai pembangunan Borobudur dari Dinasti Syailendra.
Pada Akhirnya otomatis kedua wangsa ini sama-sama kembali duduk di istana kerajaan. Kedua agama yang sempat tak akur akhirnya kembali berbaikan.
Mataram Kuno terus berkembang maju hingga kekuasaannya jatuh ke tangan Dyah Balitung. Dyah Balitung bahkan mampu membalikkan keadaan yang semula tidak stabil menjadi lebih baik. Ialah raja Mataram Kuno yang kembali mempersatukan Jawa di bawah tundukan satu kerajaan. Kekuasaannya pun menyentuh hingga pulau Bali.
Keruntuhan kerajaan Mataram Kuno dipicu oleh perseteruan anggota keluarga. Bermula sejak Raja Samarattungga Wafat. Selirnya yang bernama Dewi Tara memiliki anak, Balaputeradewa. Balaputeradewa tidak terima atas kepemimpinana Sri maharaja Rakai Pikatan sebagai Raja Mataram Kuno.
Balaputeradewa nekad menunjukkan sikap perlawanan kepada kepemimpinan Sri maharaja Rakai Pikatan. Tentu saja Rakai Pikatan mengusir Balaputeradewa. Beliau mencoba bertahan di dekat Candi Prambanan dengan mendirikan Candi Boko.
Sayangnya pertahanan tersebut tidak bertahan lama. Keadaan memaksanya melarikan diri ke luar pulau Jawa. Ia memilih pulau Sumatera sebagai tempat pelariannya. Pada waktunya nanti, Balaputeradewa menjadi raja di kerajaan Sriwijaya.
Dengan kekuasaan kerajaan Sriwijaya, Balaputeradewa mencoba membalaskan sakit hatinya. Di masa pemerintahan setelah Sri maharaja Dyah Balitung, kerajaan Mataram Kuno menurun. Serangan dari kerajaan Sriwijaya semakin memperparah keadaan yang sebenarnya sudah parah dengan adanya bencana alam yang menimpa kerajaan Mataram Kuno.
Mpu Daksa yang merasa keturunan asli ratu Sanjaya mengkudeta Dyah Balitung. Karena itu kerajaan Mataram Kuno semakin goyah dari dalam maupun luar. Dan terjadi lah Peristiwa Mahapralaya yang memporak-porandakan istana Mataram Kuno, yang memaksa Mpu Sindok yang saat itu berperan sebagai Rakryan I Hino memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur.
Diperkirakan kota tepatnya Jombang dan Madiun. Setelah perpindahan pusat kerajaan itu, kerajaan Sriwijaya semakin parah menginjak-injak kekuasaan kerajaan Mataram Kuno. Melalui sekutunya di pulau Jawa, akhirnya Sriwijaya mengakhiri kekuasaan Mataram Kuno di tahun 1016 sebagaimana yang disebutkan prasasti Pucanga.
Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawsan kamu