Sunk Cost Fallacy – kecenderungan untuk menindaklanjuti suatu usaha jika kita telah menginvestasikan banyak hal di dalamya

Coba kamu Bayangkan, jika kamu membeli tiket konser beberapa minggu yang lalu seharga 500 rb. Pada H hari konser, kamu merasa sakit dan di luar sedang hujan lebat . kamu tahu bahwa lalu lintas akan menjadi lebih buruk karena hujan dan kamu berisiko semakin sakit dengan pergi ke konser.

JIka di lihat lagi lebih besar masalah yang di hadapi daripada manfaatnya, teteapi mengapa kamu masih cenderung memilih untuk pergi ke konser?

Ini dikenal sebagai kekeliruan biaya hangus atau The Sunk Cost Fallacy  ini menggambarkan kecenderungan kita untuk menindaklanjuti suatu usaha jika kita telah menginvestasikan waktu, tenaga, atau uang ke dalamnya, terlepas dari apakah biaya saat ini lebih besar daripada manfaatnya.

Istilah sunk cost fallacy ini merujuk pada biaya hangus atau biaya yang sudah dikeluarkan di masa lalu yang tidak bisa dikembalikan. baik dalam urusan pribadi, finansial ataupun bisnis.

Dalam bisnis, sunk cost fallacy, merujuk pada satu kondisi di mana seorang pemilik bisnis sudah mengeluarkan banyak modal untuk usahanya namun belum juga memperoleh keuntungan. Akan tetapi bisnisnya tersebut tetap dilanjutkan tanpa mengubah sistem namun berharap hasilnya akan baik.

Dalam artikel ini saya akan membahas The Sunk Cost Fallacy atau keliruan biaya hangus, mari kita simak.

Apa Itu Sunk Cost Fallacy?

Sunk cost fallacy atau sunk cost sebenarnya berakar pada teori ekonomi, tetapi dapat diterapkan pada banyak aspek perilaku manusia.

Secara sederhananya, sunk cost merupakan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa kamu terlalu menekankan semua hal yang telah kamu investasikan dalam sesuatu, apakah itu waktu, uang, keterlibatan emosional (cinta), dan lainnya.

Sayangnya, kamu lantas membiarkan persepsi tentang ‘biaya yang hangus’ itu sebagai panduan untuk pengambilan keputusan di masa depan.

Akan tetapi sunk cost fallacy tidak hanya berlaku untuk hal-hal sepele. Teori ini bisa lebih dalam dan meluas ke berbagai aspek dalam kehidupan, tak terkecuali hubungan, pekerjaan, dan komitmen lain yang telah kamu ambil.

Baca juga :

Bagaimana semua itu terjadi

Semua ini terjadi karena kita bukan pembuat keputusan yang rasional dan sering dipengaruhi oleh emosi kita. Ketika kita sebelumnya telah berinvestasi dalam suatu pilihan, kita cenderung merasa bersalah atau menyesal jika kita tidak menindaklanjuti keputusan itu.

Kekeliruan biaya hangus dikaitkan dengan bias komitmen , di mana kami terus mendukung keputusan kami di masa lalu meskipun ada bukti baru yang menunjukkan bahwa itu bukan tindakan terbaik.

Kita tidak memperhitungkan bahwa berapa pun waktu, tenaga, atau uang yang telah kita keluarkan tidak akan dapat diperoleh kembali. Kami akhirnya membuat keputusan berdasarkan biaya masa lalu dan bukannya biaya dan manfaat sekarang dan masa depan, yang merupakan satu-satunya yang secara rasional harus membuat perbedaan.

Kita lebih cenderung menghindari kerugian daripada mencari keuntungan. Kita mungkin merasa bahwa investasi masa lalu kita akan ‘hilang’ jika kita tidak menindaklanjuti keputusan tersebut, dan mengambil keputusan berdasarkan keengganan untuk rugi daripada mempertimbangkan keuntungan yang akan diperoleh jika kita tidak melanjutkan komitmen kita.

Para Ilmuwan perilaku dan ekonom terus-menerus mencoba memahami alasan mengapa kita membuat keputusan yang tidak rasional. Richard Thaler, pelopor ilmu perilaku, pertama kali memperkenalkan Bias ini, menunjukkan bahwamembayar hak untuk menggunakan barang atau jasa akan meningkatkan tingkat di mana barang tersebut akan dimanfaatkan”

Dua psikolog penting, Hal Arkes dan Catherine Blumer, ingin menguji efek biaya hangus dalam praktik untuk memperluas definisi Thaler di luar uang. Mereka mendefinisikan kekeliruan sebagai “kecenderungan yang lebih besar untuk melanjutkan usaha setelah investasi uang, tenaga, atau waktu telah dibuat”

Contoh Sunk Cost Fallacy

Ada banyak sekali contoh dalam kehidupan yang bisa menggambarkan kondisi sunk cost fallacy. Misalnya, kamu mungkin lebih cenderung untuk tetap duduk menonton film meski kamu tidak menyukainya karena sudah terlanjur mengeluarkan uang untuk membayar tiketnya.

Contoh mudah lain dari sunk cost fallacy adalah kamu hendak berlibur ke destinasi wisata impian. Berbagai hal pun kamu persiapkan. Kamu mendapatkan hotel bintang lima terbaik dengan penawaran yang sangat menggiurkan. sesampainya di sana, ternyata kondisi hotel tidak seperti apa yang ditawarkan dalam foto yang kamu lihat di internet.

Dari sana Kamu punya dua pilihan. Apakah kamu akan pindah mencari hotel lain dan mengeluarkan biaya tambahan, atau tetap memilih tinggal di hotel tersebut. Sayangnya, hasil riset menunjukkan bahwa lebih banyak orang yang memutuskan untuk tetap tinggal di hotel tersebut. Alasannya tak lain karena telah mengeluarkan banyak biaya untuk melakukan pemesanan.

Sunk cost fallacy atau sunk cost membuat kamu jadi sulit untuk meninggalkan pekerjaan atau hubungan dalam kondisi yang lebih kompleks, bahkan ketika hubungan tersebut jelas tidak sehat , Rasanya jadi lebih sulit untuk meninggalkan hubungan yang tidak sehat setelah lima tahun dibandingkan dengan hubungan yang baru terjalin selama lima bulan.

Bukan tanpa alasan, ini karena kamu telah memberikan atau menginvestasikan segala hal yang akan ‘terbuang percuma’ jika kamu pergi. Sayangnya, bertahan justru hanya semakin menguras apa yang kamu miliki.

Sama halnya seperti uang, waktu, energi, dan ruang merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas yang tentu akan berusaha kamu jaga dan pertahankan. Terkadang, kamu justru akhirnya kehilangan lebih banyak lagi dalam upaya untuk menghindari ‘menyia-nyiakan’ semua hal yang berharga ini.

Coba kamu pikirkan, jika kamu telah memberikan semua sumber daya dan investasi yang kamu miliki, berulang kali, tetapi tetap saja gagal. Logikanya, inilah saatnya bagi kamu untuk tak lagi bertahan. namunya Sayang, banyak orang yang tidak sependapat.

Sunk Cost Fallacy dalam Hubungan

Di Saat menjalin hubungan, kita seringkali mengeluarkan effort yang tidak sedikit. Bisa dari segi materi, waktu, bahkan perasaan. Tidak jarang bahwa usaha yang kita lakukan seringkali tidak menyenagkan.

foto by unsplash

Hubungan yang kita harapkan akan berhasil justru malah cendrung sebaliknya. Dengan effort yang tidak mudah dan dengan hasil yang tidak sesuai, apakah hubungan masih bisa untuk dipertahankan?

Sayangnya, kita meyakini bahwa suatu saat akan ada keajaiban yang membuat semua usahanya tidak sia-sia. Uniknya, kondisi tersebut sangat sesuai dengan sunk cost fallacy dalam dunia bisnis.

Ketika modal sudah dikeluarkan dan hasil yang didapat tidak sebanding, namun masih tetap dipertahankan dengan harapan suatu saat akan memperoleh hasil yang diinginkan. Ini Sangat mirip dengan sebuah hubungan yang toxic.

Orang yang terjebak dengan hubungan yang toxic hampir selalu memiliki pola yang serupa. Adanya effort yang berlebih dari salah satu pihak dibandingkan pihak lain yang kemudian berimbas pada perlakuan yang tidak sebanding. Pihak yang berkorban akan semakin mengeluarkan effort berlebih dengan harapan akan ada perubahan. pada akhirnya akan menjadi kerugian.

Letak kekeliruannya terjadi ketika kita berharap bahwa kondisi tersebut bisa dikendalikan agar hasilnya sesuai dengan harapan. Kita melupakan bahwa ada hal-hal yang memang di luar batas kendali kita. Lantas, bagaimana caranya agar tidak terjebak sunk cost fallacy dalam hubungan?

Baca Juga :

Tips agar Tidak Terjebak Sunk Cost Fallacy

Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan agar terhindar dari sunk cost fallacy dalam hubungan.

foto by unsplash

Pertama, pastikan apakah pasangan memiliki perasaan dan tujuan yang sama dengan kita.

hubungan yang baik terjadi jika kedua belah pihak saling berkontribusi satu sama lain.

kedua perhatikan tanda-tandanya. Seseorang tidak akan bisa berubah demi orang lain, seseorang akan berubah karena keinginan dari dirinya. Jadi jangan pernah menunggu orang lain untuk mengubah sikapnya hanya karena kita sudah berjuang.

Jika kamu merasa sedang terjebak dalam hubungan yang membawa kerugian dan tidak tau kapan harus mengakhirinya, coba komunikasikan terlebih dahulu dengan pasangan. Jika sudah dikomunikasikan namun ternyata tidak ada titik temu, mungkin saatnya kamu harus berhenti memperjuangkan seseorang yang tidak memperjuangkanmu.

Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan kamu.

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia
Share your love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *