Physical Address
admin@arphamandiri.com
Berlokasi di banten lama sisa-sisa dari peninggalan Kerajaan banten ini masih bisa di temui sampai saat ini. dari peninggalan ini kita bisa mengetahui kisah-kisah sejarah kejayaannya di masa lalu, dan kita bisa jadikan tempat wisata bersejarah.
Di masa lalu kerajaan banten atau kesultanan banten merupakan kerajaan muslim di ujung pulau jawa yang memiliki sejarah dalam penyebaran islam di daerah banten, dan perdagangan rempah-rempah dari banten sampai wilayah lampung.
Dalam artikel kali ini saya akan membahas 12 Peninggalan Kerajaan Banten yang masih ada hingga saat ini, dan masih bisa kamu temui, mari kita cek apa saja.
Kerajaan Banten merupakan kerajaan yang pernah menjadi poros maritim pelayaran di Nusantara, karena itu kerajaan ini meninggalkan beberapa bangunan bersejarah.
Akan tetapi banyak bangungn rusak karena konflik yang terjadi antara kerajaan dengan pemerintah kolonial atau konflik antar pembesar kerajaan di masa silam.
Berikut ini beberapa Peninggalan Kerajaan Banten
Masjid Agung Banten merupakan Peninggalan Kerajaan Banten yang masih ada hingga saat ini, Berlokasi di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen. Masjid Agung ini terletak bagian barat alun-alun kota, diatas tanah seluas 0,13 hektar.
Masjid Agung Banten di bangun tahun 1652, pada masa pemerintahan putra pertama Sunan Gunung Jati yakni Sultan Maulana Hasanuddin dan menjadi salah satu 10 masjid tertua di Indonesia yang masih berdiri sampai sekarang.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Bangunan ini hasil karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Pondasi pada Masjid Agung Banten setinggi kurang lebih 70 cm, ini berhubungan dengan konsep pra Islam dimana tempat suci selalu berada di tempat yang tinggi. Bagian depan terdapat parit berair yang disebut kulah, fungsinya sebagai kolam wudlu.
Bagian utama merupakan ruang shalat, serambi timur, utara dan serambi selatan dilapisi oleh ubin marmer. Bangunan utama masjid dibatasi oleh dinding, keempat sisinya terdapat pintu yang menghubungkan ruang utama dengan serambi masjid yang berada disisi utara, selatan dan timur.
Baca Juga :
Istana Keraton Kaibon ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Banten, yang dahulu dipakai sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah, ibu Sultan Syaifudin. Pada tahun 1832 keraton Kaibon ini dibongkar oleh pemerintah Hindia Belanda, yang tersisa hanya fondasi, tembok dan gapura.
Bangunan Keraton Kaibon ini mempunyai sebuah pintu besar yang dinamai Pintu Dalem, di pintu gerbang sebelah barat jalan menuju ke mesjid. Di Dalam Keraton Kaibon terdapat tembok yang dipayungi sebuah pohon beringin. Pada tembok tersebut terdapat 5 buah pintu yang bergaya Jawa dan Bali yang di sebut (Paduraksadan Bentar).
Keraton Surosowan bagian Peninggalan Kerajaan Banten yang merupakan kediaman para sultan Banten, dari Sultan Maulana Hasanudin pada 1552 hingga Sultan Haji yang memerintah pada 1672-1687.
Istana ini dibangun pada tahun 1552,Namun bangunan ini dihancurkan oleh Belanda pada saat berperang dengan kerajaan Banten. Istana ini nyaris rata dengan tanah, di sekelilingnya telah ditumbuhi rumput dan lumut.
Peninggalan Kerajaan Banten selanjutnya, Benteng Speelwijk terletak di tepi pantai sebelum ada pendangkalan lautan di daerah ini di kampung Pamarican tidak jauh dari Pabean. Bernama Lengkap Fort Speelwijk, sebagai penghormatan kepada Gubernur Jendral VOC Cornelis Jansz Speelman, pada tahun 1681-1684.
Benteng ini didirikan untuk kepentingan Belanda yang dibangun pada tahun 1685-1686 di saat kepemimpinan sultan haji oleh Hendrik Lucasz Cardeel.
Belum diketahui pasti, apakah benteng ini berasal dari benteng Portugis, namun menurut Graaft menyatakan bahwa benteng tersebut merupakan bangunan lanjutan dari tembok dinding kota yang dibangun sepanjang pantai yang disebut Tembok Banten Tua.
Jika kita menghadap reruntuhan benteng yang menghadap ke timur, akan tampak bastion Speelwijk yang terletak di sebelah kiri. Disana terdapat sebuah tangga terbuat dari batu dan sebuah menara pengintai. Tembok yang melintang Platform Bastion merupakan bekas tembok tertua dari kota Banten, langsung menjulur ke sepanjang pantai dimana terdapat sebuah (kubu pertahanan).
Di atas tembok benteng terdapat jendela penembak yang dulunya tersimpan meriam di setiap jendela tersebut. Di bagian bawah bastion Speelwijk terdapat ruangan tempat bubuk peledak dan tutup jalan masuknya melewati pintu gerbang di bagian tenggara.
Ada lorong di bagian bawah yang menuju ke tempat bubuk peledak, dan terdapat sebuah kamar sebagai tempat penyimpanan senjata. Lorong yang menyudut 90 derajat itu kini masih dalam keadaan utuh dan bersih.
Sekarang Ruangan yang tinggal sisa pondasi, di belakang pintu gerbang dalam lingkungan puing bekas Speelwijk, merupakan bangunan yang berada di bawah satu atap. Dulu ada sebuah jembatan gantung yang menghubungkan kedua pintu gerbang dan rumah komandan, kamar senjata, kantor administrasi dan gereja.
Dengan berdirinya Benteng Speelwijk, Belanda memperlihatkan kekuasaannya di bagian kota Banten. Dan ini juga merupakan permulaan sejarah dari monopoli perdagangan Belanda. Dalam pemerintahan Gubernur Jendral Daendels keadaan berubah, dengan memburuknya situasi.
Pada tahun 1810 Belanda mulai meninggalkan Benteng Speelwijk .
Beberapa ratus meter dari banteng Speelwijk ke arah timur, terdapat kuburan orang-orang Eropa. Pada tahun 1911 atas instruksi Gubernur Jendral A.W.F. Iden Borg reruntuhan benteng Speelwijk dan kuburan orang-orang Eropa tersebut di pugar.
Danau Tasikardi, terletak ± 2 km di sebelah tenggara istana keraton Surosowan, Tasikardi merupakan danau buatan/situ (luasnya ± 5 ha) yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah pulau kecil, Pada awalnya pulau buatan ini dibangun khusus untuk ibunda Sultan Maulana Yusuf dalam bertafakkur mendekatkan diri kepada Allah.
Setelahnya, pulau buatan yang terdapat di tengah Danau Tasikardi digunakan sebagai tempat rekreasi bagi bangsawan kesultanan.
Pada tahun 1706 Sultan Banten menerima seorang tamu Belanda Cornelis de Bruin di danau Tasikardi dan ketika Daendells membuat jalan dari Merak ke Karangantu, danau kecil ini tidak diganggu.
Situ Danau Tasikardi berfungsi untuk penampung air dari sungai Cinbanten, yang kemudian di-salurkan ke sawah-sawah dan sebagian untuk kepentingan air minum rakyat serta untuk kebutuhan keluarga sultan di istana keraton Surosowan dengan teknik penyaluran air khas buatan Lucasz Cardeel melalui Pengindelan Abng(filter station) dan Pengindelan Putih, langsung masuk ke lingkungan keraton dengan teknik penyaringan yang sudah kompleks.
Kelenteng ini terletak di sebelah barat dari Benteng Speelwijk. Semula kelenteng ini terletak di Pecinan, dibangun oleh masyarakat Cina yang ada di Banten.
Kapan bangunan ini dibuat tidak diketahui dengan pasti, tapi menurut tradisi, kelenteng ini dibangun pada masa awal kerajaan Banten. dan Kerajaan Banten memang kerajaan Islam, tetapi toleransi beragamnya sangat tinggi sehingga Vihara tempat beribadah umat Budha ini juga bisa didirikan.
Vihara ini masih berdiri sampai sekarang dan utuh yang pada dinding vihara terdapat relief tentang legenda siluman ular putih.
Dalam Benteng Speelwijk ada beberapa buah meriam dan meriam yang memiliki ukuran terbesar dinamakan dengan meriam ki amuk karena meriam ini bisa menembak dengan jauh dan daya ledaknya juga besar.
Meriam Ki Amuk semula berada di Karangantu, sebelum dipindahkan ke halaman museum sekarang, yang sempat ditempatkan di sudut tenggara alun-alun. Dan Meriam Ki Amuk ini terbuat dari tembaga dengan panjang sekitar 2,5 meter.
Meriam ini hasil dari rampasan tentara Portugis yang berhasil dikalahkan. Untuk mempermudah membawa meriam, dibuatkan gelang di sebelah kiri dan kanannya.
Menurut cerita yang ada, meriam Ki Amuk mempunyai kembaran yang bernama Ki Jagur, Ki Jagur ini memilki gelang pada pangkalnya dengan hiasan berbentuk tangan yang sedang mengepal dengan dua jari yang menyeruak di antara jari tengah dan jari telunjuk.
Sekarang Meriam Ki Amuk berada di Museum Fattahillah Jakarta.
Baca Juga :
Pemakaman ini terletak di seberang kampung Kroya; Pangeran Mandalika merupakan putra Sultan Hasanuddin, dari ibu yang bukan permaisuri.
Makm Terletak di kampung Pangkalan Nangka. Beliau merupakan Pangeran dari Demak. Meninggal dan dimakamkan di Banten. Pintu gerbang menuju pemakaman bergaya Holland Kuno. Di depan pintu gerbang terdapat makam Singajaya.
Pemakaman Selanjutnya Terletak di sebelah timur jalan melewati rel kereta api tidak jauh dari kampung Kesunyatan, tepatnya di tengah sawah, yang dikenal kuburan Pekalangan. Setelah meninggalnya beliau disebut Penembahan Pekalangan Gede.
Pemmakaman ini terletak di kampung Odel, yang dikelilingi oleh tembok berpagar besi. Pada pintu masuk sebelah selatan terlihat bangunan ala Eropa yang sedikit ada perpaduan dengan motif Jawa kuno.
Pangeran Astapati merupakan salah seorang panglima perang Banten semasa pemerintahan Sultan ageng Tirtayasa. Ia keturunan para pemimpin suku Baduy, di Kanekes, Banten Selatan, yang kemudian menikah dengan Ratu Dahlia, salah seorang putri sultan.
Pangeran Astapati dikenal juga Pangeran Wirasuta ditugaskan untuk menggempur tentara Belanda di teluk Banten.
Kerkhof merupakan sebuah tempat penguburan orang-orang Eropa yang terletak di bagian luar sisi tembok timur benteng. Di lokasi ini dikuburkan orang-orang Belanda, Perancis, Inggris dan orang Eropa lainnya.
Komplek pemakaman Kerkhoff saat ini sudah tidak terawat. Di pemakanan ini terdapat sekitar 50 makam dengan berbagai ukuran dan tempat. Kerkhoff sendiri memiliki bentuk jirat dan nisan yang berukuran besar.
Berbentuk sebuah batu berbentuk segi empat dengan permukaannya yang datar dan terbuat dari batu andesit. lokasi Batu Watu Gilang tersebut terletak di sebelah timur laut meriam Ki Amuk.
Menurut dari Babad Banten, batu Watu ini dipergunakan sebagai tempat pengambilan sumpah para sultan atau tempat penobatan raja.
Didirikan di atas air sungai/kanak Kota Lama Banten yang terletak 300 meter di sebelah utara benteng Surosowan, Jembatan Rante ini berfungsi sebagai “tol-perpajakan” bagi setiap kapal kecil atau perahu pengangkut barang dagangan pedagang asing yang memasuki kota kerajaan banten.
Dari data yang tergambar saat Cornelis de Houtman melukis kota Banten pada tahun 1596. Bahkan tertulis di Babad Banten, bahwa sultan Maulana Yusuf, tahun 1570, telah banyak membangun fasilitas kota dengan segala macam kebutuhan untuk politik perdagangan.
Dibangun dari bata dan karang serta diduga memakai tiang besi dan papan untuk fungsi penyeberangan serta memakai “kerekan rantai” sebagai fungsi ganda bilamana lalu-lalang kapal kecil, jembatan bisa dibuka dan bila tidak ada kapal masuk, jembatan ditutup berfungsi sebagai penyeberangan orang dan kendaraan darat.
Karangantu menjadi pelabuhan utama dan pasar, yang difungsikan sebagai pelabuhan dagang bagi lingkup lokal maupun asing.
Saat Kunjungan Tome Pires ke pelabuhan Karangantu tahun 1513 belum melihat pentingnya dari pelabuhan ini, karena pelabuhan Sunda Kelapa masih merupakan pelabuhan terpenting bagi Pajajaran.
Dan Pada abad berikutnya Karangantu menjadi pelabuhan utama, sejak Banten diislamkan dan aktivitas Banten dipindahkan ke wilayah Banten Lama. Sejak akhir abad 16 Karangantu menjadi bandar internasional utama untuk Indonesia bagian barat, terutama akibat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis.
Pelabuhan Karangantu berkembang dan tumbuh menjadi pusat berbagai aktivitas komersial dan bisnis dari toko dan pasar utama, transaksi antara para pedagang Cina dan Arab. Di sini pula terdapat pemukiman para nelayan, dok kapal-kapal, tempat pembuatan garam.
Sementara itu terus ke arah selatan sepanjang sungai Cibanten terdapat lahan-lahan pertanian (padi dan sayur mayur) untuk pasokan istana.
Perkembangan dan pertumbuhan pelabuhan Karangantu, baik sebagai pelabuhan maupun pasar, antara lain dapat ditelusuri melalui kajian foto udara, dan peta-peta kuno maupun fakta-fakta arkeologis di lapangan, diduga keletakan berubah dari keadaan sekarang.
Dari peta kuno yang dibuat oleh de Houtman ketika dia mengunjungi Banten pada tahun 1598, memperlihatkan bahwa kota Banten lama dikelilingi tembok kota dan tampak pula pasar Karangantu yang dikelilingi oleh pagar kayu dan bambu. Pada saat itu perluasan kota Banten lama mengarah ke bagian timur.
Sementara itu berdasarkan peta yang dibuat oleh Valentijn pada tahun 1725, terlihat bahwa pasar Karangantu masih ditempatnya semula dan mulai dipenuhi dengan rumah-rumah pemukiman.
Pada abad-abad 17 sampai 19, Karangantu tidak lagi ditandai sebagai sebuah pasar, hanya diberi catatan sebagai sebuah pelabuhan yang dikelilingi oleh tambak ikan. Saat ini pelabuhan Karangantu menjadi tidak penting lagi, kecuali ditandai oleh daerah pertambakan dan rawa-rawa di kampung Bugis.
Semoga artikel ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kamu.