6 Peninggalan Kerajaan Pajang yang masih ada hingga saat ini

Peninggalan Kerajaan Pajang – Kerajaan Pajang berdiri pada sekitar akhir abad ke 16. Berdirinya kerajaan Pajang bersamaan dengan berakhirnya kesultanan Demak. Berdirinya kerajaan Pajang terjadi karena konflik internal pada kerajaan Demak.

Kerjaan Pajang di bangun oleh Sultan Hadiwijaya sebagai raja pertama yang memerintah di tahun 1549-1582. Kerajaan Pajang berada pada masa keemasan yakni pada masa sultan Hadiwijaya. Banyak pencapaian saat kerajaan Pajang saat dipimpin oleh sultan Hadiwijaya.

Dengan sejarah kerajaan Pajang yang begitu luar biasanya, tentunya kerajaan Pajang terdapat peninggalan sejarah yang membuktikan eksistensi kerajaan Pajang pada masanya. Hingga saat ini peninggalan Kerajaan Pajang masih bisa kalian lihat di beberapa tempat di Solo dan Surakarta.

Dalam artikel kali ini saya akan membahas 6 Peninggalan Kerajaan Pajang yang masih ada hingga saat ini. mari kita simak

1. Bandar Kabanaran

Situs Bandar Kabanara ini berada di jalan Nitik RT. 04, RW. 01, kelurahan Laweyan, kecamatan Laweyan, Surakarta. Bandar Kabanaran merupakan sebuah bandar yang berkembang saat masa kerajaan Pajang yang berlokasi di tepi sungai Jenes yakni anak sungai Bengawan Solo.

Peninggalan Kerajaan Pajang
Bandar Kabanaran sumber: kekunaan.blogspot.com

Posisi sungai Jenes ini pada situs Bandar kebenaran juga sekaligus sebagai pembatas antara kabupaten Sukoharjo dan kota Solo. Dahulu kala warga sekitar mengenal sungai ini dengan sebutan sungai Kabanaran.

Pada saat zaman kerajaan Pajang, sungai Kabanaran menjadi jalur utama perdagangan dan juga transportasi yang terhubung secara langsung ke sungai Bengawan Solo. Bandar Kabanaran digunakan sebagai jalur utama pedangangan dan juga transportasi masyarakat di sekitar kerajaan pajang.

Bahkan ketika Laweyan di Kelola oleh Kyai Ageng Henis, daerah Badar Kabanaran ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Setiap hari Bandar Kabanaran selalu ramai dilewati perahu-perahu yang membawa berbagai jenis barang menuju ke Bandar Nusupan.

Ada beberapa alasan kenapa Bandar Kabanaran tidak di gunakan lagi, pertama disebabkan semakin berkurangnya debit air sungai Jenes karena adanya pendangkalan. Sungai yang dahulunya menjadi jalur utama semakin kecil perannya karena berkurangnya volume air sungai tersebut.

Yang ke dua, karena dibangunnya infrastruktur jalan yakni jalan Dr. Rajiman dan juga dibangunnya jalur kereta api oleh Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij tahun 1870 hingga 1872, menjadikan pengusaha Laweyan berpindah ke sarana transportasi yang tentunya lebih modern. Dari saat itu, Bandar Kabanaran sudah tidak menunjukan adanya aktivitas lagi.

Saat ini di Bandar Kabanaran kita hanya bisa melihat sebuah alur sungai yang dangkal dengan bau yang menyengat serta warnanya yang hitam pekat.

Jika di lokasi tersebut tidak sebuah papan nama dengan tulisan Bandar Kabanaran, orang yang melintas disana tidak akan tahu bahwa dahulunya Bandar Kabanaran pernah menjadi pusat perdagangan yang menyokong perekonomian di Laweyan khususnya kerajaan Pajang secara umum pada saat itu.

Baca juga:

2. Masjid Laweyan

Peninggalan selajutnya Masjid Laweyan dibangun sejak tahun 1546 oleh Jaka Tingkir dan masih berdiri kokoh hingga sekarang. Jika kamu berkunjung ke Kota Solo jangan lupa untuk datang ke Jalan Liris No.1, Dusun Belukan, Kelurahan Pajang, Surakarta.

Masjid Laweyan Sumber: berbagaireviews.com

Disana Kamu akan menemukan Masjid Laweyan yang menjadi bukti sejarah dari penyebaran Islam di tanah Jawa. Bagi masyarakat Solo, Masjid Laweyan lebih dikenal dengan nama Masjid Ki Ageng Henis.

Dibangun pada tahun 1546, yakni di masa pemerintahan sultan Hadiwijaya kerajaan Pajang sebelum berdirinya Surakarta. Kerajaan Pajang merupakan cikal bakal lahirnya kesultanan Mataram yang setelahnya itu pecah menjadi Kasunanan Ngayogyakarta dan Surakarta.

Walaupun dilakukan masjid ini beberapa kali perbaikan, akan tetapi masih terlihat di sudut Masjid beberapa peninggalan berupa Pura, yakni tempat peribadatan umat Hindu.

Masjid ini ternyata memiliki unsur tradisional Jawa, Eropa, Cina dan Islam, dan memiliki ciri khas yaitu bentuknya yang seperti Kelenteng Jawa dengan arsitektur khas Jawa yang sangat kental. Pada Dinding Masjid ini tersusun dari kayu dan batu bata,Penggunaan dinding dengan bahan batu baru dimulai sekitar tahun 1800, dimana sebelumya dinding dari masjid ini terbuat dari kayu

Masjid Laweyan ini masih kokoh berdiri hingga saat ini. Selain itu, juga terdapat peninggalan yang berusia ratusan tahun yaitu kentongan dan juga beduk serta juga terdapat 12 tiang utama yang dibuat dari kayu Jati.

3. Makam Joko Tingkir/Sultan Hadiwijaya

Joko Tingkir atau dikenal juga Mas Karebet merupakan nama asli Sultan Hadiwijaya. Joko Tingkir merupakan pendiri sekaligus juga raja pertama dari Kerajaan Pajang yang memerintah dari tahun 1549 hingga 1582.

Makam Joko Tingkir sumber: ihategreenjello.com

JokoTingkir meninggal di tahun 1582 dan dimakamkan di kampung halaman sang ibunda. Sayangnya, lokasi dari makan Jaka tingkir ini Hanya sedikit saja orang yang tahu lokasi.

Tidak sama makam dari raja Solo dan juga Yogyakarta yang diketahui banyak orang keberadaannya serta senantiasa ramai didatangi para peziarah yang berasal dari daerah sekitar maupun daerah luar.

Lokasi Makam Jaka Tingkir berada di pelosok perkampungan masyarakat, tepatnya di Desa Butuh, Dusun II, Sragen. Makam Jaka Tingkir ini sangatlah sederhana yang berada di kompleks pemakaman Butuh.

Dalam kompleks pemakaman itu juga terdapat satu masjid yang juga diberi nama Masjid Butuh. Makan dari Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya ini terbilang cukup sepi dari wisatawan dan pengunjung karena lokasinya yang cukup sulit untuk ditempuh dan juga agak jauh dari perkotaan.

4 Seni Batik Laweyan

Selanjutany Peninggalan dari Kerajaan Pajang yang masih ada hingga hari ini adalah kampung Batik Laweyan.

Seni Batik Laweyan Sumber: solocity.travel

Kampung batik ini kini menjadi pusat batik yang ada di Kota Solo dengan luas tanah sekitar 24 hektar. Dan Kampung Batik Laweyan ini sudah ada sejak pemerintahan Kerajaan Pajang di tahun 1546, yang kini dibuat dengan konsep terintegrasi.

Kampung batik Laweyan menjadi salah satu wisata yang dikelola langsung oleh pemerintah Solo. Semua ini dilakukan untuk menarik minat para wisatawan asing maupun lokal untuk melihat kesenian batik.

Masyarakat di kampung Laweyan sudah menjalani profesi dibidang kain ini dari abad ke 14. Pada saat itu pula masyarakat kampung Laweyan dikenal sebagai penghasil kain yang berkualitas karena masih dibuat dengan cara tradisional. karena itu nama Laweyan menjadi julukan bagi daerah masyarakat ini karena dalam bahasa Jawa Lawe memiliki arti benang.

Salah satu motif batik yang terkenal dari kampung ini adalah motif Truntum dan Tirto Tejo. Kampung batik ini kini menjadi produsen batik berkualitas tinggi, karena masih diolah secara tradisional.

Di kampung batik ini kamu tidak hanya bisa membeli berbagai jenis dan motif batik yang dijual disana. Tetapi kamu juga bisa melihat secara langsung proses pembuatan batiknya, baik yang masih tradisional hingga modern.

Profesi pembatik yang dilakukan secara turun temurun, sampai pada masa kejayaan yaitu pada awal abad ke 20. karena seorang pebisnis yang bernama Samanhudi memperkenalkan tekhnik membatik yang lebih modern yakni membatik dengan teknik cap. Dengan diperkenalkan tekhnik ini proses membatik menjadi lebih efisien.

Industri batik di Laweyan pun berkembang dengan sangat pesat, namun industri batik kembali mengalami kemunduran karena hadirnya batik printing. Batik printing memiliki harga yang lebih murah dan proses pembuatan yang lebih cepat. karena itu membuat industri batik cap terjadi kemunduran yang luar biasa.

Baca Juga :

5 Pasar Laweyan

Pasar Laweyan merupakan pasar yang menjadi pusat kegiatan perdagangan pada jaman Kerajaan Pajang. Hingga saat ini Pasar Laweyan masih eksis sebagai sentra utama perdagangan batik yang berada di wilayah Bandar Kabanaran, Kota Surakarta.

Pasar Laweyan sumber: salasar

Pasar Laweyan menjadi pusatnya perdagangan dan ekonomi bagi masyarakat saat Kerajaan Pajang masih Berjaya. DI Daerah Laweyan ditempati oleh para penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai para pedagang kain Batik.

Oleh karena itu Laweyan dikenal sebagai sebutan untuk kelompok tertentu yang dikenal sebagai kamu kaya atau wong Nglawiyan. sangat wajar karena di daerah Laweyan, kita akan menemukan banyak sekali pengrajin batik tulis jawa juga sebagai pusat perdagangan batik.

Dulunya Laweyan berasal dari kata Lawiyan yang artinya berpindah-pindah. Karena dahulu banyak orang berpindah-pindah demi melindungi diri dari bencana banjir sungai Bengawan Solo. Akhirnya daerah Laweyan digunakan oleh orang-orang dari Desa Nusupan sebagai tempat aman dari banjir.

Pasar Laweyan berada tidak jauh dari Bandar Kabanaran. Pasar Laweyan dahulunya merupakan sentra utama kegiatan dagang di Bandar Kabanaran. Sampai saat ini, pasar Laweyan masih digunakan masyarakat untuk transaksi perdagangan. Walaupun demikian, tidak ada peninggalan sejarah yang spesifik dalam menjelaskan bagaimana pembangunan pasar tersebut.

Sejak pengelolaan pasar Laweyang dipercayakan kepada Kyai Ageng Henis oleh raden Patah, pasar ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya sebagai pusat dakwah Islam di Jawa bagian Selatan, tetapi daerah ini juga menjadi pusat perekonomian batik pada waktu itu. semua ini terjadi karena didukung oleh dekatnya posisi Bandar Kabanaran dan juga karena adanya sungai Jenes.

Sejak lahirnya kerajaan Pajang, pasar ini bisa dikatakan sebagai penyokong utama perdagangan di dearah Laweyang. Selain itu, jarak yang dekat dengan Bandar Kabanaran yakni hanya berjarak 100 meter menjadikan pasar Laweyan terus berkembang dengan pesat.

Dahulu, pasar Laweyan juga terkenal penghasil kapas yang dapat dibuat menjadi batik dan kain mori yang dijual ke tempat lain.

Dan Setiap hari dari Laweyan lewat jalur Bandar Kabanaran barang-barang tersebut diangkut oleh perahu yang ada di Bandar Kabanaran menuju daerah Bandar Nusupan yang kemudian diangkut lagi menggunakan perahu dengan ukuran yang lebih besar menuju Bandar Gresik.

6 Makam Pejabat Pajang

Terakhir Peninggalan Kerajaan Pajang yaitu kompleks pemakaman para bangsawannya. Di makam ini setidaknya ada 20 makam dari para pejabat dan kerabat dekat dari Kerajaan Pajang.

Makam Pejabat Pajang Sumber: satrianesia

Dan Salah satu makam yang paling dikenal yakni makam dari Kyai Ageng Henis yang juga perintis dari berdirinya kerajaan Pajang.Makam Kyai Ageng Henis menjadi salah satu makam yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Banik hanya untuk berziarah dan berdoa di makam beliau.

Pada umumnya para wisatawan akan menunaikan ibadah terlebih dahulu di Masjid Laweyan, setelah itu baru mengunjungi makam Kyai Ageng Henis.Kyai Ageng Ageng Henis merupakan putra Ki Ageng Selo yang yang mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya dari kerajaan pajang.

Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan kamu.

Share your love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *